Pilkada Serentak, Polarisasi, dan Tantangan Keutuhan Bangsa
Pilkada serentak merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi Indonesia. Namun, di balik pelaksanaannya, terdapat tantangan yang tidak bisa diabaikan, yaitu potensi polarisasi yang dapat mengancam keutuhan bangsa. Polarisasi ini sering kali muncul dalam bentuk isu kesukuan dan agama, yang dapat memperkeruh suasana politik dan memperlebar jurang perbedaan di masyarakat. Dalam konteks ini, teori konflik sosial yang dikemukakan oleh Lewis A. Coser menjadi relevan. Coser mengemukakan bahwa konflik, terutama yang berbasis identitas seperti suku dan agama, berpotensi mengarah pada disintegrasi sosial jika tidak dikelola dengan baik. Konflik tersebut dapat memperkuat batas-batas sosial yang ada, memperparah stereotip negatif, dan meningkatkan ketegangan antar kelompok. Pada Pilkada, sering kali kita melihat bagaimana isu kesukuan dan agama digunakan sebagai alat politik untuk meraih dukungan. Ini menciptakan polarisasi yang tajam di masyarakat, di mana identitas kesukuan dan agama menjadi penentu utama dalam memilih pemimpin. Akibatnya, masyarakat terpecah dan rasa persatuan bangsa menjadi terancam. Namun, tidak semua konflik harus berakhir pada disintegrasi. Coser juga menekankan bahwa konflik dapat menjadi sarana untuk menyelesaikan ketegangan, asalkan dikelola dengan mekanisme yang tepat. Dalam hal ini, Pilkada dapat menjadi peluang untuk memperkuat demokrasi dan keutuhan bangsa, jika dilakukan dengan cara yang inklusif dan adil. Pemerintah dan penyelenggara pemilu harus memastikan bahwa proses Pilkada bebas dari isu-isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang dapat memecah belah bangsa. Pengawasan ketat terhadap kampanye hitam, pendidikan politik yang mendorong pemilih untuk memilih berdasarkan kapabilitas calon, bukan identitas, serta penguatan nilai-nilai kebangsaan adalah langkah-langkah yang harus diambil. Keutuhan bangsa adalah tanggung jawab kita bersama. Oleh karena itu, dalam menghadapi Pilkada serentak, kita harus bijak dalam menyikapi perbedaan dan menolak segala bentuk provokasi yang dapat memicu polarisasi. Demokrasi yang sehat adalah demokrasi yang mampu merangkul seluruh elemen bangsa, tanpa memandang latar belakang suku dan agama. Hanya dengan demikian, Pilkada serentak dapat menjadi momentum untuk memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh : Muhadis Eko Suryanto
Selengkapnya