
Literasi Politik dalam Partisipasi Masyarakat Indonesia
“Seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat mengubah dunia.”
– Ir Soekarno
Nah, seperti kata Bung Karno, pemuda punya kekuatan besar buat bikin perubahan. Tapi, perubahan itu cuma bisa terjadi kalau kita punya literasi politik. Literasi politik itu kayak peta yang bantu kita ngerti dunia politik, tahu hak kita, dan paham kenapa suara kita penting. Dengan literasi politik, kita bisa ikut campur dengan cerdas kayak ngelawan berita hoaks dan polarisasi dalam masyarakat, bukan cuma ikut-ikutan atau istilah kerennya FOMO atau malah cuek.
Literasi politik itu simplenya bukan cuma tahu calon presiden atau partai yang lagi rame, tetapi lebih ke paham gimana sistem politik itu bekerja, terus hak dan kewajiban kita sebagai warga negara dan kenapa suara kita itu penting. Dengan literasi politik yang baik, masyarakat bisa lebih cerdas dan nggak cuman jadi penonton.
Kalau ngeliat data hasil survei yang dilakukan oleh Mafindo untuk mengukur indeks literasi hoaks dan partisipasi politik yang dirilis November 2024, hanya 23,7 persen masyarakat yang memiliki literasi hoaks tinggi. Sedangkan 68,7 persen peserta ada di level sedang dan sisanya 7,6 persen ada di tingkat rendah. Meningkatkan literasi politik dan digital merupakan pekerjaan bersama bagi masyarakat Indonesia. (Kompas, 2024)
Contoh kasus, pada Calon Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, konten palsunya membuat ia seolah-olah berbagi hadiah di sosial media, juga merupakan konten deepfake bukan dibuat olehnya. Padahal konten tersebut sudah disukai dan dikomentari ribuan kali oleh netizen (Kompas, 2024). Netizen yang percaya tentunya memiliki literasi politik yang rendah sehingga rentan menjadi korban hoaks. Ini penting untuk disadari agar masyarakat dapat menangani isu tersebut.
Lanjut ke partisipasi masyarakat, itu ibarat nyawanya demokrasi. Dalam sistem itu kalau rakyat gak ikut campur urusan pemerintah dan nyumbang ide buat kebijakan yang lebih baik terus siapa yang bakal ngawasin? Secara masyarakat itu pemegang kedaulatan tertinggi di demokrasi jadi kita dapat privilege atau hak pilih secara langsung ke calon presiden atau kepala pemerintahan dan legislatif yang kita mau.
Terus PR buat kita bikin literasi politik lebih gampang mulai dari edukasi di sekolah seperti pelajaran politik di sekolah dibikin asik dan ga kaku misalnya dengan bermain peran atau roleplay jadi calon pemimpin dan diskusi soal berita terkini. Terus buat netizen ya harus filter berita agar ga kejebak di berita-berita palsu yang makin marak dengan adanya AI atau Artificial Intelligence. KPU Sekadau juga berperan nih menjelaskan sistem-sistem pemilu dengan bahasa yang ringan buat netizen agar melek politik.
Penulis : Rinaldo Farera