Pemisahan Pemilu : Peluang dan Tantangan Baru bagi KPU sebagai Penyelenggara

Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU‑XXII/2024 pada 26 Juni 2025 yang menyatakan bahwa Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal harus dipisah merupakan tonggak penting dalam pembenahan sistem demokrasi Indonesia. Pemilu tidak lagi diselenggarakan serentak dalam satu hari, melainkan dibagi ke dalam dua tahap: Pemilu Nasional (Presiden, DPR, dan DPD) serta Pemilu Lokal (Gubernur, Bupati/Wali Kota, dan DPRD). Putusan tersebut menetapkan bahwa pemisahan harus dilakukan dalam waktu paling singkat 2 tahun dan paling lama 2,6 tahun. Perubahan ini secara langsung menghadirkan peluang sekaligus tantangan besar bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara utama pesta demokrasi.

Selama ini, penyelenggaraan pemilu serentak dengan lima kotak suara dalam satu waktu menimbulkan beban berat, baik dari sisi logistik, sumber daya manusia, maupun risiko kelelahan petugas. Contoh kasus pada Pemilu 2019 tercatat 894 petugas yang meninggal dunia dan 5.175 petugas penyelenggara Pemilu mengalami sakit saat menjalankan tugas.

Pemisahan ini memberi KPU peluang untuk mendekatkan diri dengan pemilih melalui edukasi politik yang lebih kontekstual. Kampanye dan sosialisasi tidak lagi tumpang tindih antara calon legislatif, kepala daerah, dan presiden. Ini memungkinkan pemilih memahami secara lebih utuh visi-misi para calon, meningkatkan kualitas pilihan politik masyarakat, dan memperkuat legitimasi hasil pemilu.

Namun, pemisahan ini tidak datang tanpa konsekuensi. KPU menghadapi tantangan anggaran dan sumber daya yang tidak kecil. KPU akan mengelola dua proses pemilu besar dalam rentang waktu yang berdekatan, lengkap dengan dua tahap logistik, perekrutan petugas dua kali, dan dua siklus pengawasan. Ini memerlukan dukungan anggaran yang jauh lebih besar, sehingga efisiensi menjadi isu krusial yang tidak bisa diabaikan.

Selain itu, KPU harus menghadapi kompleksitas baru dalam hal perencanaan waktu dan koordinasi antar lembaga, baik di pusat maupun daerah. Perubahan jadwal juga menuntut sinkronisasi ulang dengan lembaga seperti Bawaslu, DKPP, Kementerian Dalam Negeri, hingga pemerintah daerah. Revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada pun menjadi kebutuhan mendesak, agar KPU memiliki dasar hukum yang kuat dalam menyusun jadwal dan prosedur baru.

Pemisahan pemilu adalah langkah progresif yang patut diapresiasi. Ia membuka peluang untuk memperkuat kualitas demokrasi Indonesia, asalkan dijalankan dengan perencanaan matang, pengawasan ketat, dan partisipasi publik yang aktif. Bagi KPU Kabupaten Sekadau, ini adalah kesempatan untuk memperbaiki manajemen dan mengurangi beban kerja yang selama ini sangat berat, sekaligus tantangan besar dalam penyesuaian regulasi, sumber daya, dan koordinasi.

Pemisahan pemilu adalah peluang emas dan KPU akan menjadi garda terdepan yang menentukan keberhasilan transformasi tersebut, khususnya KPU di Kabupaten Sekadau.

Oleh : Radha Florida

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 270 Kali.