MODAL POLITIK

Mungkin banyak yang bertanya-tanya kapan saatnya seseorang maju dalam kontestasi politik praktis. Maju menjadi kandidat dalam pemilu legislatif ataupun kepala daerah bukanlah suatu hal yang mudah, bahkan untuk “calon pelengkap” sekalipun. Maju sebagai kandidat dalam pemilu ataupun pilkada seseorang harus memiliki modal politik.

Modal politik (political capital) sebagaimana merujuk pada konsep modal politik Pierre Bourdieu terdiri dari empat jenis modal politik, yakni modal ekonomi (materi), modal sosial (hubungan atau jaringan pertemanan), modal budaya (pendidikan), dan modal simbolik (reputasi, nama baik, kehormatan) (dalam Mas’oed dan Savirani, 2011:72-73).

Bagi kaum mendang-mending misalkan, maju sebagai “calon pelengkap” paling tidak harus memiliki modal budaya. Yup, dalam hal ini menjadi calon anggota legislatif ataupun kepala daerah harus memiliki minimal ijazah SLTA atau sederajat.

Modal sosial, dalam praktiknya modal ini biasanya sangat erat kaitannya dengan jejaring sosial seseorang. Dalam politik praktis di Negara kita biasanya modal sosial biasanya dikaitkan  dengan basis-basis organisasi keagamaan di mana menggaet kandidat yang memiliki basis organisasi keagamaan tertentu dapat memberikan dampak signifikan dalam mendulang perolehan suara (Pradana, 2020:417-438).

Modal simbolik, dalam pengalaman saya jika ketika berkuliah di Yogyakarta, Ratu Kesultanan Yogyakarta sepertinya tidak perlu “bekerja keras” dalam kampanye DPD untuk lolos ke Senayan. Sebaliknya, Sultan Pontianak dalam Pemilu 2024 ini masih belum dapat menyaingi nama beken Petinju Daud Jordan. Ya begitulah modal simbolik bekerja, sangat tergantung dari ekosistem di mana simbol tersebut berada.

Terakhir adalah modal ekonomi, secara praktis modal ini sangat erat kaitannya dengan kekuatan finasial seorang kandidat. Walaupun demikian banyak atau sedikitnya uang yang dimiliki oleh seorang kandidat terkadang tidak menjamin seseorang bisa lolos untuk duduk di parlemen.

Dalam hemat saya, setidaknya keterpenuhan modal budaya, ekonomi dan social menjadi kunci utama jika serius ingin maju dalam kontestasi pemilu ataupun pilkada. Modal simbolik bagi saya dalam konteks ruang dan waktu masih menjadi sekedar “bonus” atau hanya kebutuhan tersier bagi seorang kandidat.

Jadi gimana, sudah punya modal politik apa saja?

Oleh: Hendrasyah Putra

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 7,398 Kali.