Bayar Pajak Tapi Tidak Menggunakan Hak Suara

         Berdasarkan data pilpres 2024, ada sekitar 18,22% angka golput dari 204,4 juta pemilih terdaftar (Luqman, 2025). Pemilih Golput atau Golongan Putih (abstention) sendiri adalah tindakan yang secara sengaja untuk tidak memilih dalam pemilu seringkali untuk bersikap netral dan menghindari konflik (Meriam-Webster, 2025).  Indikator yang mendukung kaum golput adalah termasuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sehingga memiliki hak suara namun tidak ikut memilih. Seringkali kaum golput hanya memandang kerugian itu hanya dari segi partisipasi politik tetapi lebih dari itu, tetapi juga dalam segi ekonomi khususnya pajak yang mereka bayarkan.


        Pajak yang kita bayarkan dari belanja harian, penghasilan bulanan, hingga potongan di setiap transaksi digital adalah pendapatan negara. Pendapatan negara kemudian masuk ke kas negara yang selanjutnya menjadi APBN untuk belanja negara termasuk kebutuhan pemilu. Ketika golput tidak memilih,  mereka mengalami kerugian dalam memilih pemimpin yang mengelola APBN tersebut.


           Ketika masyarakat memilih untuk golput, mereka juga secara langsung atau tidak langsung terdampak dari segala kebijakan yang diambil pemerintah seperti kebijakan di sector ekonomi, pendidikan, sosial, dan kesehatan. Dengan tidak memilih, golput kehilangan power untuk menentukan kebijakan pemerintah di kemudian hari.


          Misalnya, warga Amerika Serikat yang tidak memilih pemimpin karena golput. Namun, kandidat populer yang maju membuat kebijakan perang dagang (Trade War) ke negara lain, sehingga barang impor seperti elektronik, pakaian serta mobil harganya naik berkali lipat. Bagi golput hal tersebut menghilangkan kesempatan untuk memilih pemimpin yang “mungkin” lebih baik dalam kebijakan ekonomi, seperti yang berfokus pada negosiasi tanpa tarif tinggi. Akibatnya, masyarakat Amerika membayar lebih mahal untuk barang keperluan sehari-hari, yang sangat memberatkan keluarga dan individu berpenghasilan rendah. (Yale University's Budget Lab dalam Carlie et al, 2025)


        Menurut Bertolt Brecht  “Buta yang terburuk adalah buta politik. Dia tidak mendengar, tidak berbicara, dan tidak berpartisipasi dalam peristiwa politik. Dia tidak tahu bahwa biaya hidup, harga kacang, harga ikan, harga tepung, biaya sewa, harga sepatu dan obat, semua tergantung pada keputusan politik”. Inilah dampak buruk dari buta politik karena mempengaruhi entitas terkecil seperti individu hingga masyarakat yang dalam hal ini dilakukan oleh masyarakat yang tidak menggunakan hak suaranya (golput).


           Sebagai warga negara yang baik seharusnya ikut andil dalam pemilu, selaian pembiayaan pemilu bersumber dari  persentase pajak yang dibayar oleh masyarakat, pemilu juga dikemudian hari menghasilkan pemimpin politik yang mengeluarkan kebijikan yang secara langsung berdampak bagi warga negara.

 

Penulis: Rinaldo Farera

 

Sumber:

Carlie, et al. 2025. Tariff timeline: Tracking the evolution of Donald Trump's trade war. https://www.usatoday.com/story/graphics/2025/03/28/trump-tariff-tracker-timeline/82367214007/

Luqman, Rimadi. 2024. Tren Golput di Indonesia Turun atau Naik?

https://www.liputan6.com/pemilu/read/5667461/tren-golput-di-indonesia-turun-atau-naik

https://www.merriam-webster.com/dictionary/abstention


Widyatama, Elvan. 2025. Indonesia Jadi "Donatur" Rahasia Trump, Harus Bayar Triliunan. https://www.cnbcindonesia.com/research/20250808102752-128-656299/indonesia-jadi-donatur-rahasia-trump-harus-bayar-triliunan
 

 

Bagikan:

facebook twitter whatapps

Dilihat 143 Kali.