
Demokrasi di tangan Influencer atau Sipil?
Tahun 2025 ruang politik menjadi sangat kompleks karena merambahnya pengguna sosial media. Sekarang semua orang bisa beropini secara bebas di sosial media lewat unggahan story, video singkat, live TikTok ataupun podcast YouTube. Dalam tulisan ini, saya akan menjelaskan bagaimana peran aktor politik terbaru yakni Influencer dalam mempengaruhi opini publik dan pilihan politik mereka.
Kampanye adalah serangkaian tindakan terorganisir yang dirancang untuk mencapai tujuan tertentu dalam jangka waktu tertentu. Meskipun efektif, kampanye memiliki limitasi dalam durasi dan dana kampanye. Jika influencer dibayar untuk mempromosikan calon/partai, maka mereka harus masuk dalam laporan dana kampanye dan terdaftar sebagai bagian dari tim kampanye atau pendukung resmi dengan dasar hukum PKPU No. 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
Influencer adalah seseorang yang membangun kehadiran online melalui konten menarik seperti foto dan video dari kehidupannya. Hal ini dilakukan dengan menggunakan interaksi langsung dengan audiens untuk membangun keaslian, keahlian, dan daya tarik melalui media sosial (Joshi, 2023).
Masalahnya bukan pada kehadiran influencer karena memang mereka adalah bagian dari masyarakat digital. Masalahnya adalah minimnya transparansi dan etika saat mereka ikut bicara politik. Apakah konten itu murni opini pribadi, atau dibayar oleh tim kampanye? Tanpa regulasi dan kesadaran etik, politik bisa berubah jadi sekadar permainan popularitas dan citra belaka. Bukan tentang visi, misi, atau rekam jejak kandidat.
Banyak influencer mengklaim mereka hanya “membagikan opini pribadi” atau “tidak berpolitik.” Tapi dalam realitanya, setiap unggahan punya potensi mengarahkan opini publik, apalagi jika disampaikan oleh orang yang sudah dipercaya audiensnya dalam kehidupan sehari-hari.
Komisi Pemilihan Umum sebenarnya sudah punya aturan soal kampanye di media sosial di UU No, 7 tahun 2017 pasal 274. Tapi sejauh ini, pengawasan terhadap influencer politik masih lemah. Banyak kampanye terselubung yang lolos karena tidak dilakukan oleh akun resmi tim sukses.
Influencer boleh saja ikut bersuara. Tapi tanggung jawabnya besar, karena saat seseorang punya pengaruh publik, maka suaranya bukan lagi sekadar opini ia bisa mengubah arah pilihan jutaan orang. Itulah peran sipil dalam literasi politik agar tidak mudah dipengaruhi oleh influencer dan fokus akan rekam jejak dan visi misi kandidat politik khususnya di sosial media.
Sumber :
Joshi, Yatish; Lim, Weng Marc; Jagani, Khyati; Kumar, Satish (June 25, 2023). "Social media influencer marketing: foundations, trends, and ways forward"